BAB 5 HUKUM PERJANIAN
1. STANDAR KONTRAK
Istilah perjanjian
baku berasal dari terjemahan dari bahasa Inggris, yaitu standard contract.
Standar kontrak merupakan perjanjian yang telah ditentukan dan dituangkan dalam
bentuk formulir. Kontrak ini telah ditentukan secara sepihak oleh salah satu
pihak, terutama pihak ekonomi kuat terhadap ekonomi lemah. Kontrak baku menurut
Munir Fuadi adalah : Suatu kontrak tertulis yang dibuat oleh hanya salah satu
pihak dalam kontrak tersebut, bahkan seringkali tersebut sudah tercetak
(boilerplate) dalam bentuk-bentuk formulir tertentu oleh salah satu pihak, yang
dalam hal ini ketika kontrak tersebut ditandatangani umumnya para pihak hanya
mengisikan data-data informatif tertentu saja dengan sedikit atau tanpa perubahan
dalam klausul-klausulnya dimana para pihak lain dalam kontrak tersebut tidak
mempunyai kesempatan atau hanya sedikit kesempatan untuk menegosiasi atau
mengubah klausul-kalusul yang sudah dibuat oleh salah satu pihak tersebut,
sehingga biasanya kontrak baku sangat berat sebelah. Sedangkan menurut Pareto,
suatu transaksi atau aturan adalah sah jika membuat keadaan seseorang menjadi
lebih baik dengan tidak seorangpun dibuat menjadi lebih buruk, sedangkan
menurut ukuran Kaldor-Hicks, suatu transaksi atau aturan sah itu adalah efisien
jika memberikan akibat bagi suatu keuntungan sosial. Maksudnya adalah membuat
keadan seseorang menjadi lebih baik atau mengganti kerugian dalam keadaan yang
memeperburuk.
Bila dikaitkan dengan peraturan yang
dikeluarkan yang berkaitan dengan kontrak baku atau perjanjian standar yang
merupakan pembolehan terhadap praktek kontrak baku, maka terdapat landasan
hukum dari berlakunya perjanjian baku yang dikeluarkan oleh pemerintah
Indonesia, yaitu :
1.
Pasal 6.5. 1.2. dan Pasal 6.5.1.3. NBW Belanda
Isi ketentuan itu adalah sebagai berikut :
Bidang-bidang usaha untuk mana
aturan baku diperlukan ditentukan dengan peraturan.
Aturan baku dapat ditetapkan, diubah
dan dicabut jika disetujui oleh Menteri kehakiman, melalui sebuah panitian
yasng ditentukan untuk itu. Cara menyusun dan cara bekerja panitia diatur
dengan Undang-undang.
Penetapan, perubahan, dan pencabutan
aturan baku hanya mempunyai kekuatan, setelah ada persetujuan raja dan
keputusan raja mengenai hal itu dalam Berita Negara.
Seseorang yang menandatangani atau
dengan cara lain mengetahui isi janji baku atau menerima penunjukkan terhadap
syarat umum, terikat kepada janji itu.
Janji baku dapat dibatalkan, jika
pihak kreditoir mengetahui atau seharunya mengetahui pihak kreditur tidak akan
menerima perjanjian baku itu jika ia mengetahui isinya.
2.
Pasal 2.19 sampai dengan pasal 2.22 prinsip UNIDROIT (Principles of
International Comercial Contract).
Prinsip UNIDROIT merupakan prinsip
hukum yang mengatur hak dan kewajiban para pihak pada saat mereka menerapkan
prinsip kebebasan berkontrak karena prinsip kebebasan berkontrak jika tidak
diatur bisa membahayakan pihak yang lemah. Pasal 2.19 Prinsip UNIDROIT
menentukan sebagai berikut:
Apabila salah satu pihak atau kedua
belah pihak menggunakan syarat-syarat baku, maka berlaku aturan-aturan umum
tentang pembentukan kontrak dengan tunduk pada pasal 2.20 – pasal 2.22.
Syarat-syarat baku merupakan aturan
yang telah dipersiapkan terlebih dahulu untuk digunakan secara umum dan
berulang-ulang oleh salah satu pihak dan secara nyata digunakan tanpa negosiasi
dengan pihak lainnya.
Ketentuan ini mengatur tentang :
a.
Tunduknya salah satu pihak terhadap kontrak baku
b. Pengertian
kontrak baku.
3.
Pasal 2.20 Prinsip UNIDROIT menentukan sebagai berikut :
Suatu persyaratan dalam
persyaratan-persyaratan standar yang tidak dapat secara layak diharapkan oleh
suatu pihak, dinyatakan tidak berlaku kecuali pihak tersebut secara tegas
menerimanya.
Untuk menentukan apakah suatu
persyaratan memenuhi ciri seperti tersebut diatas akan bergantung pada isi
bahasa, dan penyajiannya.
4.
Pasal 2.21 berbunyi :dalam hal timbul suatu pertentangan antara
persyaratan-persyaratan standar dan tidak standar, persyaratan yang disebut
terakhir dinyatakan berlaku.
5.
Pasal 2.22, Jika kedua belah pihak menggunakan persyaratan-persyaratan standar
dan mencapai kesepakatan, kecuali untuk beberapa persyaratan tertentu, suatu
kontrak disimpulkan berdasarkan perjanjian-perjanjian yang telah disepakati dan
persyaratan-persyaratan standar yang memiliki kesamaan dalam substansi, kecuali
suatu pihak sebelumnya telah menyatakan jelas atau kemudian tanpa penundaan
untuk memberitahukannya kepada pihak lain, bahwa hal tersebut tidak dimaksudkan
untuk terikat dengan kontrak tersebut.
6.
UU No 10 Tahun 1988 tentang Perubahan UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
7.
UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Dengan telah dikeluarkannya
peraturan-peraturan tersebut diatas menunjukkan bahwa pada intinya kontrak baku
merupakan jenis kontrak yang diperbolehkan dan dibenarkan untuk dilaksanakan
oleh kedua belah pihak karena pada dasarnya dasar hukum pelaksanaan kontrak
baku dibuat untuk melindungi pelaksanaan asas kebebasan berkontrak yang
berlebihan dan untuk kepentingan umum sehingga perjanjian kontrak baku berlaku
dan mengikat kedua belah pihak yang membuatnya.
Macam-macam
kontrak
Tentang jenis-jenis kontrak KUHP tidak secara khusus
mengaturnya. Penggolongan yang umum dikenal ialah penggolongan kedalam kontrak
timbal balik atau kontrak asas beban, dan kontrak sepihak atau kontrak tanpa
beban atau kontrak cuma-cuma.
Kontrak timbal balik merupakan perjanjian yang didalamnya
masing-masing pihak menyandang status sebagai berhak dan berkewajiban atau
sebagai kreditur dan debitur secara timbal balik, kreditur pada pihak yang satu
maka bagi pihak lainnya adalah sebagai debitur, begitu juga sebaliknya.
Kontrak sepihak merupakan perjanjian yang mewajibkan pihak
yang satu untuk berprestasi dan memberi hak pada yang lain untuk menerima
prestasi. Contohnya perjanjian pemberian kuasa dengan cuma-cuma, perjanjian
pinjam pakai cuma-cuma, perjanjian pinjam pengganti cuma-cuma, dan penitipan
barang dengan cuma-cuma.
Arti penting pembedaan tersebut ialah :
Berkaitan dengan aturan resiko, pada perjanjian sepihak
resiko ada pada para kreditur, sedangkan pada perjanjian timbal balik resiko
ada pada debitur, kecuali pada perjanjian jual beli.
Berkaitan dengan perjanjian syarat batal, pada perjanjian
timbal balik selalu dipersengketakan.
Jika suatu perjanjian timbal balik saat pernyataan pailit
baik oleh debitur maupun lawan janji tidak dipenuhi seluruh atau sebagian dari
padanya maka lawan janjinya berhak mensomir BHP. Untuk jangka waktu 8 hari
menyatakan apakah mereka mau mempertahankan perjanjian tersebut.
Kontrak menurut namanya dibedakan menjadi dua, yaitu kontrak
bernama atau kontrak nominat, dan kontrak tidak bernama atau kontrak innominat.
Dalam buku III KUHP tercantum bahwa kontrak bernama adalah kontrak jual beli,
tukar menukar, sewa-menyewa, hibah, penitipan barang, pinjam pakai, pinjam
meminjam, pemberian kuasa, penanggungan utang, perdamaian, dll. Sementara yang
dimaksud dengan kontrak tidak bernama adalah kontrak yang timbul, tumbuh, dan
berkembang dalam masyarakat. Jenis kontrak ini belum tercantum dalam kitab
undang-undang hukum perdata. Yang termasuk dalam kontrak ini misalnya leasing,
sewa-beli, keagenan, franchise, kontrak rahim, joint venture, kontrak karya,
production sharing.
Kontrak menurut bentuknya dibedakan menjadi kontrak lisan
dan kontrak tertulis. Kontrak lisan adalah kontrak yang dibuat secara lisan
tanpa dituangkan kedalam tulisan. Kontrak-kontrak yang terdapat dalam buku III
KUHP dapat dikatakan umumnya merupakan kontrak lisan, kecuali yang disebut
dalam pasal 1682 KUHP yaitu kontrak hibah yang harus dilakukan dengan akta
notaris.
Kontrak tertulis adalah kontrak yang dituangkan dalam
tulisan. Tulisan itu bisa dibuat oleh para pihak sendiri atau dibuat oleh
pejabat, misalnya notaris. Didalam kontrak tertulis kesepakatan lisan
sebagaimana yang digambarkan oleh pasal 1320 KUHP, kemudian dituangkan dalam
tulisan.
2. MACAM – MACAM PERJANJIAN
Macam-macam perjanjian obligator
ialah sebagai berikut:
1. Perjanjian
dengan cumua-Cuma dan perjanjian dengan beban.
a.
Perjanjian
dengan Cuma-Cuma ialah suatu perjanjian dimana pihak yang satu memberikan suatu
keuntungan kepada yang lain tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri.
(Pasal 1314 ayat (2) KUHPerdata).
b. Perjanjian
dengan beban ialah suatu perjanjian dimana salah satu pihak memberikan suatu
keuntungan kepada pihak lain dengan menerima suatu manfaat bagi dirinya
sendiri.
2. Perjanjian
sepihak dan perjanjian timbal balik.
a.
Perjanjian
sepihak adalah suatu perjanjian dimana hanya terdapat kewajiban pada salah satu
pihak saja.
b. Perjanjian
timbal balik ialah suatu perjanjian yang memberi kewajiban dan hak kepada kedua
belah pihak.
3. Perjanjian
konsensuil, formal dan riil.
a.
Perjanjian
konsensuil ialah perjanjian dianggap sah apabila ada kata sepakat antara kedua
belah pihak yang mengadakan perjanjian tersebut.
b. Perjanjian
formil ialah perjanjian yang harus dilakukan dengan suatu bentuk tertentu,
yaitu dengan cara tertulis.
c.
Perjanjian
riil ialah suatu perjanjian dimana selain diperlukan adanya kata sepakat, harus
diserahkan.
4. Perjanjian
bernama, tidak bernama, dan campuran.
a.
Perjanjian
bernama ialah suatu perjanjian dimana UU telah mengaturnya dengan
ketentuan-ketentuan khusus yaitu dalam Bab V sampai bab XIII KUHerdata ditambah
titel VIIA.
b. Perjanjian
tidak bernama ialah perjanjian yang tidak diatur secara khusus.
c.
Perjanjian
campuran ialah perjanjian yang mengandung berbagai perjanjian yang sulit di
kualifikasikan.
3. SYARAT SAHNYA PERJANJIAN
Untuk sahnya suatu perjanjian
diperlukan empat syarat menurut pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata:
1. Sepakat
mereka yang mengikatkan dirinya
2. Kecakapan
untuk membuat suatu perjanjian
3. Suatu
hal tertentu
4. Suatu
sebab yang halal
Dua syarat yang pertama dinamakan syarat-syarat subyektif,
karena mengenai orang-orangnya atau subyeknya yang mengadakan perjanjian,
sedanngkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat obyektif karena mengenai
perjanjiannya sendiri atau obyeknya dari perbuatan hukum yang dilakukan.
Dalam pasal 1330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
disebutkan sebagai orang-orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian:
1. Orang-orang
yang belum dewasa
2. Mereka
yang ditaruh di bawah pengampunan
3. Orang-orang
perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh Undang-Undang dan pada umumnya
semua orang kepada siapa Undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian
tertentu.
Menurut kKitab Undang-Undang Hukum Perdata, seorang
perempuan yang bersuami, untuk mengadakan suatu perjanjian, memerlukan bantuan
atau izin (kuasa tertulis) dari suaminya (pasal 108 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata).
4. SAAT LAHIRNYA PERJANJIAN
Menurut azas konsensualitas, suatu
pejanjian dilahirkan pada detik tercapainya sepakat atau persetujuan antara
kedua belah pihak mengenai hal-hal yang pokok dari apa yang menjadi obyek
perjanjian. Sepakat adalah suatu persesuaian paham dan kehendak antara dua
pihak tersebut. Apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu adalah juga yang
dikehendaki oleh pihak yang lainnya, meskipun tidak sejurusan tetapi secara
bertimbal balik. Kedua kehendak itu bertemu satu sama lain.
Karena suatu perjanjian dilahirkan
pada detik tercapainya sepakat, maka perjanjian itu lahir pada detik
diterimanya penawaran (offerte). Menurut ajaran yang lazim dianut sekarang,
perjanjian harus dianggap dilahirkan pada saat dimana pihak yang melakukan
penawaran menerima jawaban yang termaksud dalam surat tersebut, sebab saat
itulah dapat dianggap sebagai detik lahirnya sepakat. Karena perjanjian sudah
dilahirkan maka tak daapat lagi ia ditarik kembali jika tidak seizin pihak
lawan.
5. PEMBATALAN DAN PELAKSANAAN SUATU
PERJANJIAN
Pembatalaan
Suatu Perjanjian
Apabila dalam suatu syarat obyektif tidak terpenuhi,
maka perjanjiannya adalah batal demi hukum (null and void). Dalam hal yang
demikian maka secara yuridis dari semula tidak ada suatu perjanjian dan tidak ada
pula suatu perikatan antara orang-orang yang bermaksud membuat perjanjian itu.
Apabila pada waktu pembuatan perjanjian, ada kekurangan
mengenai syarat yang subyktif, maka perjanjian itu bukannya batal demi hukum,
tetapi dapat dimintakan pembatalannya oleh salah satu pihak. Pihak ini adalah
pihak yang tidak cakap menurut hukum (yang meminta orang tua atau walinya,
ataupun ia sendiri apabila ia sudah cakap), dan pihak yang memberikan
perjanjian atau menyetujui itu secara tidak bebas.
Dalam hukum perjanjian ada tiga sebab yang membuat
perjanjian tidak bebas, yaitu:
1.
Paksaan adalah pemaksaan rohani atau jiwa, jadi bukan paksaan badan atau
fisik. Misalnya salah satu pihak karena diancam atau ditakut-takuti terpaksa
menyetujui suatu perjanjian.
2.
Kekhilafan atau Kekeliruan terjadi apabila salah satu pihak khilaf
tentang hal-hal yang pokok dari apa yang diperjanjikan atau tentang sifat-sifat
yang penting dari barang yang menjadi obyek dari perjanjian, ataupun mengenai
orang dengan siapa diadakan perjanjian itu.
3.
Penipuan terjadi apabila satu pihak dengan sengaja memberikan
keterangan-keterangan yang palsu atau tidak benar disertai dengan akal-akalan
yang cerdik, untuk membujuk pihak lawannya memberikan perjanjiaannya. Pihak
yang menipu itu bertindak secara aktif untuk menjerumuskan pihak lawannya.
Misalnya mobil yang ditawarkan diganti dulu merknya, nomor mesinnya dipalsu dan
lain sebagainya.
Pelaksanaan
Suatu Perjanjian
Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang
berjanji kepada orang lain, atau di mana orang saling berjanji untuk
melaksanakan sesuatu.
Menilik macam-macamnya hal yang dijanjikan untuk
dilaksanakan itu, perjanjian-perjanjian dibagi dalam tiga macam yaitu:
1. Perjanjian
untuk memberikan menyerahkan barang
2. Perjanjian
untuk bebuat sesuatu
3. Perjanjian
untuk tidak berbuat sesuatu
Kitab Undang-undang Hukum Perdata memberikan sekedar
petunjuk, ialah persoalan apakah suatu perjanjian mungkin dieksekusi
(dilaksanakan) secara riil. Petunjuk itu kita dapatkan dalam pasal-pasal
1240-1241.
Dalam hal penafsiran perjanjian ini pedoman utama ialah:
kata-kata suatu perjanjian jelas, maka tidaklah diperkenankan untuk menyimpang
daripadanya dengan jalan penafsiran.
Pedoman-pedoman lain yang penting dalam menafsirkan suatu
perjanjian adalah:
1. Jika
kata-kata suatu perjanjian dapat diberikan berbagai macam penafsiran, maka
harus dipilihnya menyelidiki maksud kedua belah pihak yang membuat perjanjian
itu dari pada memegang teguh arti kata-kata menurut huruf.
2. Jika
sesuatu janji dapat diberikan dua macam pengertian, maka harus dipilihnya
pengertian yang sedemikian yang memungkinkan janji itu dilaksanakan daripada
memberikan pengertian yang tidak memungkinkan suatu pelaksanaan.
3. Jika
kata-kata dapat diberikan dua macam pengertian, maka harus dipilih pengertian
yang paling selaras dengan sifat perjanjian.
4. Apa
yang meragukan harus ditafsirkan menurut apa yang menjadi kebiasaan di negeri
atau di tempat di mana perjanjian telah diadakan.
5. Semua
janji harus diartikan dalam hubungan satu sama lain, tiap janji harus
ditafsirkan dalam rangka perjanjian seluruhnya.
6. Jika
ada keragu-raguan, maka suatu perjanjian harus ditafsirkan atas kerugian orang
yang elah meminta diperjanjikannya sesuatu hal dan, untuk keuntungan orang yang
telah mengikatkan dirinya untuk itu.
Referensi:
3. Katuuk, Neltje F. Februari 1994. Aspek Hukum Dalam
Bisnis. Jakarta: Universitas Gunadarma.
BAB 6&7 HUKUM DAGANG (KUHD)
1. HUBUNGAN HUKUM DAGANG DENGAN HUKUM
PERDATA
Hukum dagang ialah hukum yang mengatur tingkah
laku manusia yang turut melakukan perdagangan untuk memperoleh keuntungan.
Sedangkan , hukum perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan
kepentingan antara individu-individu dalam masyarakat.
Hukum dagang dan hukum perdata
merupakan dua hukum yang saling berkaitan. Hal ini dapat dibuktikan di dalam
Pasal 1 dan Pasal 15 KUH Dagang.
Pasal 1
KUH Dagang,
menyebutkan bahwa KUH Perdata seberapa jauh dari padanya kitab ini tidak khusus
diadakan penyimpangan-penyimpangan, berlaku juga terhadap hal-hal yang
dibicarakan dalam kitab ini.
Pasal 15
KUH Dagang,
menyebutkan bahwa segala persoalan tersebut dalam bab ini dikuasai oleh
persetujuan pihak-pihak yang bersangkutan oleh kitab ini dan oleh hukum
perdata.
Dengan demikian, dapat diketahui
kedudukan KUH Dagang terhadap KUH Perdata. KUH Dagang merupakan hukum yang
khusus ( lex specialis ) dan KUH Perdata merupakan hukum yang bersifat umum (
lex generalis ).
2. BERLAKUNYA HUKUM DAGANG
Perkembangan hukum dagang di mulai
sejak abad pertengahan eropa (1000/ 1500) yang terjadi di Negara dan kota-kota
di Eropa, tapi pada saat itu hukum Romawi tidak dapat menyelesaikan
perkara-perkara dalam perdagangan , maka dibuatlah hukum baru di samping hukum
Romawi yang berdiri sendiri pada abad ke-16 & ke- 17 yang berlaku bagi
golongan yang disebut hukum pedagang (koopmansrecht) khususnya mengatur perkara
di bidang perdagangan.
Kemudian kodifikasi hukum Perancis
tersebut tahun 1807 dinyatakan berlaku juga di Nederland sampai tahun 1838.
Usul KUHD Belanda inilah yang kemudian disahkan menjadi KUHD Belanda tahun
1838. Akhirnya berdasarkan asas konkordansi pula, KUHD Nederland 1838 ini
kemudian menjadi contoh bagi pembuatan KUHD di Indonesia. Pada tahun 1893 UU
Kepailitan dirancang untuk menggantikan Buku III dari KUHD Nederland dan UU
Kepailitan mulai berlaku pada tahun 1896.
KUHD Indonesia diumumkan dengan
publikasi tanggal 30 April 1847, yang mulai berlaku pada tanggal 1 Mei 1848.
KUHD Indonesia itu hanya turunan belaka dari “Wetboek van Koophandel”. Pada
tahun 1906 Kitab III KUHD Indonesia diganti dengan Peraturan Kepailitan yang
berdiri sendiri di luar KUHD. Sehingga sejak tahun 1906 indonesia hanya
memiliki 2 Kitab KUHD saja, yaitu Kitab I dan Kitab I. Karena asas konkordansi
juga maka pada 1 Mei 1948 di Indonesia diadakan KUHS.
3. HUBUNGAN PENGUSAHA DAN PEMBANTUNYA
Pengusaha adalah seseorang yang melakukan
atau menyuruh melakukan perusahaannya. Dalam menjalankan perusahannya. Dalam
menjalankan perusahaannya seorang pengusaha dapat bekerja sendirian atau dapat
dibantu oleh orang-orang lain disebut “pembantu-pembantu perusahaan”.
Orang-orang perantara ini dapat dibagi dalam dua golongan. Golongan pertama
terdiri dari orang-orang yang sebenarnya hanya buruh atau pekerja. olongan
kedua terdiri dari orang-orang yang tidak dapat dikatakan bekerja pada seorang majikan,
dalam golongan ini termasuk makelar, komissioner.
Pembantu-pembantu dalam perusahaan
dapat dibagi menjadi dua fungsi, yaitu pembantu di dalam perusahaan dan
pembantu di luar perusahaan:
1. Pembantu di dalam perusahaan
Mempunyai hubungan yang bersifat sub ordinasi, yaitu hubungan atas dan bawah sehingga berlaku suatu perjanjian perubahan, misalnya pemimpin perusahaan, pemegang prokutasi, dan pegawai perusahaan.
Mempunyai hubungan yang bersifat sub ordinasi, yaitu hubungan atas dan bawah sehingga berlaku suatu perjanjian perubahan, misalnya pemimpin perusahaan, pemegang prokutasi, dan pegawai perusahaan.
2. Pembantu
di Luar Perusahaan
Mempunyai hubungan yang bersifat koordinasi, yaitu hubungan yang sejajar sehingga berlaku suatu perjanjian pemberian kuasa antara pemberi kuasa dan penerima kuasa yang akan memperoleh upah, seperti yang diatur dalam pasal 1792 KUH Perdata.
Mempunyai hubungan yang bersifat koordinasi, yaitu hubungan yang sejajar sehingga berlaku suatu perjanjian pemberian kuasa antara pemberi kuasa dan penerima kuasa yang akan memperoleh upah, seperti yang diatur dalam pasal 1792 KUH Perdata.
4.PENGUSAHA DAN KEWAJIBANNYA
Dalam menjalankan usahanya tentu
saja pengusaha memiliki kewajiban. Menurut undang-undang, ada dua kewajiban
yang harus dipenuhi oleh pengusaha, yaitu :
1. Membuat pembukuan
Pasal 6 KUH Dagang, menjelaskan
makna pembukuan yakni mewajibkan setiap orang yang menjalankan perusahaan
supaya membuat catatan atau pembukuan mengenai kekayaan dan semua hal yang
berkaitan dengan perusahaan, sehingga dari catatan tersebut dapat diketahui hak
dan kewajiban para pihak.
2. Mendaftarkan Perusahaan
Dengan adanya Undang-Undang No. 3 tahun
1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan maka setiap orang atau badan yang
menjalankan perusahaan menurut hukum wajib untuk melakukan pendaftaran tentang
segala sesuatu yang berkaitan dengan usahanya sejak tanggal 1 Juni 1985.
5. BENTUK – BENTUK BADAN USAHA
Di Indonesia kita mengenal 3 macam
bentuk badan yaitu :
1. Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
2. Badan Usaha Milik Swasta
3. Koperasi
Pembagian atas tiga bentuk Badan Usaha tersebut bersumber
dari Undang – Undang 1945 khususnya pasal 33. Dalam pasal tersebut terutang
adanya Konsep Demokrasi Ekonomi bagi perekonomian Negara. Di mana dalam Konsep
Demokrasi Ekonomi ini terdapat adanya kebebasan berusaha bagi seluruh warga
negaranya dengan batas tertentu.
6. PERSEROAN TERBATAS
Perseroan
Terbatas merupakan badan usaha yang dibentuk oleh dua orang atau lebih dengan
sistem dan modal yang sudah ditentukan oleh undang undang yang berlaku. PT
memiliki landasan hukum yang jelas seperti yang diatur dalam Undang-undang
Nomor 40 Tahun 2007 Perubahan atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang
PERSEROAN TERBATAS. Perseroan Terbatas dibagi ke dalam beberapa bentuk,
diantaranya: Perseroan Terbatas
Tertutup dan Perseroan Terbatas Terbuka.
7. KOPERASI
Sesuai dengan UU No. 25 Tahun 1992
tentang Perkoperasian Indonesia, pengertian dari koperasi adalah Badan usaha
yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum. Koperasi bergerak berlandaskan
prinsip koperasi, sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas
asas kekeluargaan.Adapun Prinsip-prinsip
Koperasi adalah sbb ; Pembagian SHU dilakukan secara adil dan sebanding
berdasar jasa usaha masing-masing anggota, Kemandirian, Pembagian balas jasa
yang terbatas pada modal, Keanggotan bersifat terbuka dan sukarela, Pengelolaan
dilakukan secara demokratis.
8. YAYASAN
Yayasan adalah suatu badan hukum
yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan dalam mencapai
tujuan tertentu dibidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan yang tidak
mempunyai anggota. Yayasan dapat mendirikan badan usaha yang kegiatannya sesuai
dengan maksud dan tujuan yayasan, susilaan. Pendirian suatu yayasan berdasarkan
undang-undang No. 16 Tahun 2001 tentang yayasan, yang diubah dengan
Undang-undang No. 28 Tahun 2004.
9. BADAN USAHA MILIK NEGARA
Badan
Usaha Milik Negara atau BUMN merupakan suatu unit usaha yang sebagian besar
atau seluruh modal berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan serta membuat
suatu produk atau jasa yang sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. BUMN juga
merupakan salah satu sumber penerimaan keuangan negara yang nilainya cukup
besar. BUMN diatur dengan berdasarkan undang-undang nomor 9 tahun 2003 tentang
Badan Usaha Milik Negara. Badan Usaha Milik Negara dapat berupa Perusahaan
Jawatan ( perjan ) atau Department Agency; Perusahaan Umum ( Perum ) atau Public
Corporation.
SUMBER :
Kartika Sari, Elsi., Simangunsong,
Advendi. 2007. Hukum Dalam Ekonomi. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana
Indonesia.
http://id.wikipedia.org/wiki/Badan_Usaha_Milik_Negara
http://riyanikusuma.wordpress.com/2012/04/01/hukum-dagang-kuhd/
BAB 9 WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN
1. Dasar Hukum Wajib Daftar Perusahaan
Pertama kali diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) pasal 23 Para persero firma diwajibkan mendaftarkan akta itu dalam register yang disediakan untuk itu pada kepaniteraan raad van justitie (pengadilan Negeri) daerah hukum tempat kedudukan perseroan itu. Selanjutnya pasal 38 KUHD : Para persero diwajibkan untuk mendaftarkan akta itu dalam keseluruhannya beserta ijin yang diperolehnya dalam register yang diadakan untuk itu pada panitera raad van justitie dari daerah hukum kedudukan perseroan itu, dan mengumumkannya dalam surat kabar resmi.
Dari kedua pasal di atas firma dan perseroan terbatas diwajibkan mendaftarkan akta pendiriannya pada pengadilan negeri tempat kedudukan perseroan itu berada, selanjutnya pada tahun 1982 wajib daftar perusahaan diatur dalam ketentuan tersendiri yaitu UUWDP yang tentunya sebagai ketentuan khusus menyampingkan ketentuan KUHD sebagai ketentuan umum. Dalam pasal 5 ayat 1 UUWDP diatur bahwa setiap perusahaan wajib didaftarkan dalam Daftar Perusahaan di kantor pendaftaran perusahaan.
Pada tahun 1995 ketentuan tentang PT dalam KUHD diganti dengan UU No.1 Tahun 1995, dengan adanya undang-undang tersebut maka hal-hal yang berkenaan dengan PT seperti yang diatur dalam pasal 36 sampai dengan pasal 56 KUHD beserta perubahannya dengan Undang-Undang No. 4 tahun 1971 dinyatakan tidak berlaku.
Sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan UUWDP pada tahun 1998 diterbitkan Keputusan Menperindag No.12/MPP/Kep/1998 yang kemudian diubah dengan Keputusan Menperindag No.327/MPP/Kep/7/1999 tentang penyelenggaraan Wajib Daftar Perusahaan serta Peraturan Menteri Perdagangan No. 37/M-DAG/PER/9/2007 tentang Penyelenggaraan Wajib Daftar Perusahaan. Keputusan ini dikeluarkan berdasarkan pertimbangan bahwa perlu diadakan penyempurnaan guna kelancaran dan peningkatan kualitas pelayanan pendaftaran perusahaan, pemberian informasi, promosi, kegunaan pendaftaran perusahaan bagi dunia usaha dan masyarakat, meningkatkan peran daftar perusahaan serta menunjuk penyelenggara dan pelaksana WDP. (I.G.Rai Widjaja, 2006: 273)
Jadi dasar penyelenggaraan WDP sebelum dan sewaktu berlakunya UUPT yang lama baik untuk perusahaan yang berbentuk PT, Firma, persekutuan komanditer, Koperasi, perorangan ataupun bentuk perusahaan lainnya diatur dalam UUWDP dan keputusan menteri yang berkompeten.
2. Ketentuan Wajib Daftar Perusahaan
Dasar Pertimbangan Wajib Daftar Perusahaan
- Kemajuan dan peningkatan pembangunan nasional pada umumnya dan perkembangan kegiatan ekonomi pada khususnya yang menyebabkan pula berkembangnya dunia usaha dan perusahaan, memerlukan adanya Daftar Perusahaan yang merupakan sumber informasi resmi untuk semua pihak yang berkepentingan mengenai identitas dan hal-hal yang menyangkut dunia usaha dan perusahaan yang didirikan, bekerja serta berkedudukan di wilayah Negara Republik Indonesia,
- Adanya Daftar Perusahaan itu penting untuk Pemerintah guna melakukan pembinaan, pengarahan, pengawasan dan menciptakan iklim dunia usaha yang sehat karena Daftar Perusahaan mencatat bahan-bahan keterangan yang dibuat secara benar dari setiap kegiatan usaha sehingga dapat lebih menjamin perkembangan dan kepastian berusaha bagi dunia usaha,
- Bahwa sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas perlu adanya Undang-undang tentang Wajib Daftar Perusahaan.
Dalam Pasal 1 UU Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan, ketentuan-ketentuan umum yang wajib dipenuhi dalam wajib daftar perusahaan adalah :
- Daftar Perusahaan adalah daftar catatan resmi yang diadakan menurut atau berdasarkan ketentuan Undang-undang ini dan atau peraturan-peraturan pelaksanaannya, dan memuat hal-hal yang wajib didaftarkan oleh setiap perusahaan serta disahkan oleh pejabat yang berwenang dari kantor pendaftaran perusahaan. Daftar catatan resmi terdiri formulir-formulir yang memuat catatan lengkap mengenai hal-hal yang wajib didaftarkan;
- Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus menerus dan yang didirikan, bekerja serta berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia, untuk tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba. Termasuk juga perusahaan-perusahaan yang dimiliki atau bernaung dibawah lembaga-lembaga sosial, misalnya, yayasan.
- Pengusaha adalah setiap orang perseorangan atau persekutuan atau badan hukum yang menjalankan sesuatu jenis perusahaan. Dalam hal pengusaha perseorangan, pemilik perusahaan adalah pengusaha yang bersangkutan.
- Usaha adalah setiap tindakan, perbuatan atau kegiatan apapun dalam bidang perekonomian, yang dilakukan oleh setiap pengusaha untuk tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba;
- Menteri adalah Menteri yang bertanggungjawab dalam bidang perdagangan.
Daftar Perusahaan bertujuan mencatat bahan-bahan keterangan yang dibuat secara benar dari suatu perusahaan dan merupakan sumber informasi resmi untuk semua pihak yang berkepentingan mengenai identitas, data, serta keterangan lainnya tentang perusahaan yang tercantum dalam Daftar Perusahaan dalam rangka menjamin kepastian berusaha ( Pasal 2 ).
Tujuan daftar perusahaan :
- Mencatat secara benar-benar keterangan suatu perusahaan meliputi identitas, data serta keterangan lain tentang perusahaan.
- Menyediakan informasi resmi untuk semua pihak yangberkepentingan.
- Menjamin kepastian berusaha bagi dunia usaha.
- Menciptakan iklim dunia usaha yang sehat bagi dunia usaha.
- Terciptanya transparansi dalam kegiatan dunia usaha.
4. Kewajiban Pendaftaran
- Setiap perusahaan wajib didaftarkan dalam Daftar Perusahaan.
- Pendaftaran wajib dilakukan oleh pemilik atau pengurus perusahaan yang bersangkutan atau dapat diwakilkan kepada orang lain dengan memberikan surat kuasa yang sah.
- Apabila perusahaan dimiliki oleh beberapa orang, para pemilik berkewajiban untuk melakukan pendaftaran. Apabila salah seorang daripada mereka telah memenuhi kewajibannya, yang lain dibebaskan daripada kewajiban tersebut.
- Apabila pemilik dan atau pengurus dari suatu perusahaan yang berkedudukan di wilayah Negara Republik Indonesia tidak bertempat tinggal di wilayah Negara Republik Indonesia, pengurus atau kuasa yang ditugaskan memegang pimpinan perusahaan berkewajiban untuk mendaftarkan ( Pasal 5 ).
Menurut Pasal 9 :
- Pendaftaran dilakukan dengan cara mengisi formulir pendaftaran yang ditetapkan oleh Menteri pada kantor tempat pendaftaran perusahaan.
- Penyerahan formulir pendaftaran dilakukan pada kantor pendaftaran perusahaan, yaitu :
- di tempat kedudukan kantor perusahaan;
- di tempat kedudukan setiap kantor cabang, kantor pembantu perusahaan atau kantor anak perusahaan;
- di tempat kedudukan setiap kantor agen dan perwakilan perusahaan yang mempunyai wewenang untuk mengadakan perjanjian.
- Dalam hal suatu perusahaan tidak dapat didaftarkan sebagaimana dimaksud dalam ayat b pasal ini, pendaftaran dilakukan pada kantor pendaftaran perusahaan di Ibukota Propinsi tempat kedudukannya. Pendaftaran wajib dilakukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah perusahaan mulai menjalankan usahanya. Sesuatu perusahaan dianggap mulai menjalankan usahanya pada saat menerima izin usaha dari instansi teknis yang berwenang ( Pasal 10 ). Pendaftaran Perusahaan dilakukan oleh Pemilik atau Pengurus/Penanggung Jawab atau Kuasa Perusahaan yang sah pada KPP Tingkat II ditempat kedudukan perusahaan. Tetapi kuasa tersebut tidak termasuk kuasa untuk menandatangani Formulir Pendaftaran Perusahaan.
Hal-hal yang wajib didaftarkan itu tergantung pada bentuk perusahaan, seperti ; perseroan terbatas, koperasi, persekutuan atau perseorangan. Perbedaan itu terbawa oleh perbedaan bentuk perusahaan.
Bapak H.M.N. Purwosutjipto, S.H memberi contoh apa saja yang yang wajib didaftarkan bagi suatu perusahaan berbentuk perseroan terbatas sebagai berikut :
A. Umum
- nama perseroan
- merek perusahaan
- tanggal pendirian perusahaan
- jangka waktu berdirinya perusahaan
- kegiatan pokok dan kegiatan lain dari kegiatan usaha perseroan
- izin-izin usaha yang dimiliki
- alamat perusahaan pada waktu didirikan dan perubahan selanjutnya
- alamat setiap kantor cabang, kantor pembantu, agen serta perwakilan perseroan.
- nama lengkap dengan alias-aliasnya
- setiap namanya dahulu apabila berlainan dengan nama sekarang
- nomor dan tanggal tanda bukti diri
- alamat tempat tinggal yang tetap
- alamat dan tempat tinggal yang tetap, apabila tidak bertempat tinggal Indonesia
- Tempat dan tanggal lahir
- negara tempat tanggal lahir, bila dilahirkan di luar wilayah negara RI
- kewarganegaran pada saat pendaftaran
- setiap kewarganegaraan dahulu apabila berlainan dengan yang sekarang
- tanda tangan
- tanggal mulai menduduki jabatan
- modal dasar
- banyaknya dan nilai nominal masing-masing saham
- besarnya modal yang ditempatkan
- besarnya modal yang disetor
- tanggal dimulainya kegiatan usaha
- tanggal dan nomor pengesahan badan hukum
- tanggal pengajuan permintaan pendaftaran
- nama lengkap dan alias-aliasnya
- setiap namanya dulu bila berlainan dengan yang sekarang
- nomor dan tanggal tanda bukti diri
- alamat tempat tinggal yang tetap
- alamat dan negara tempat tinggal yang tetap bila tidak bertempat tinggal di Indonesia
- tempat dan tanggal lahir
- negara tempat lahir, jika dilahirkan di luar wilayah negara R.I
- Kewarganegaraan
- jumlah saham yang dimiliki
- jumlah uang yang disetorkan atas tiap saham.
Pada waktu mendaftarkan, pengurus wajib menyerahkan salinan resmi akta pendirian perseroan.
Sumber:
http://nyihuy.wordpress.com/2011/11/24/dasar-hukum-wajib-daftar-perusahaan/
http://uliisfaithfully.blogspot.com/2012/03/wajib-daftar-perusahaan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar